Senin, 16 Januari 2017

Kesalahan siapa yang seharusnya dimaklumi? Orang Kaya atau Orang Baik?

Sedari kecil saya diajari bahwa orang salah itu salah, dijelaskan dimana kesalahannya, dimaafkan, namun tetap harus menerima hukuman atas kesalahannya. Nenek saya ('Ma) dari garis mama adalah salah satu wanita yang paling tegas yang saya kenal. Dia tidak pernah membela yang salah, selalu ditegur bila melihat hal yang tidak beres, melihat konsekuensinya dan menghukum kami para cucunya bila melakukan kesalahan. (Ingat saya bahkan hewan peliharaan pun takut dan segan dengan beliau).

Nenek saya tidak pernah menghukum yang salah, kalau ada diantara kami yang mengganggu orang lain, pasti akan kena marah, kalau dua orang cucu berkelahi, dua-duanya dihukum karena yang memancing dan dipancing dua-duanya salah. Kalau ada cucu laki-laki yang memukul cucu perempuan, hukumannya lebih berat lagi :). Mendekati Imlek saya selalu ingat ketika hari pertama kita harus datang, mencium pipi kiri dan kanan serta dahinya 'ma. Terus dia akan mendoakan kami satu persatu sebelum memberikan angpao, walaupun ketika kecil, kami lebih suka angpao-nya daripada doa-nya. Hehehe :D

Nah, beberapa saat lalu saya tergelitik ketika mendengar sebuah kisah seorang pelajar miskin yang kembali untuk membangun desanya. Pelajar ini sangat pintar, dan dia kembali ke desanya dengan cita-cita yang mulia untuk membangun desanya. Diwaktu yang sama, seorang anak kaya juga selesai sekolahnya dan pulang ke desanya untuk mengambil alih usaha keluarganya (alih alih sebenarnya ingin berfoya-foya dengan kekayaan timbunan orang tuanya). Disaat yang sama, desa sedang paceklik. Mereka kekurangan air yang sayangnya sangat dibutuhkan untuk mengairi kebun dan sawah masyarakat desa. Dua orang sarjana ini diminta pendapatnya untuk menyelesaikan masalah. Sarjana pertama adalah si pelajar yang pintar namun miskin. Dia memaparkan untuk membangun saluran air dan bla...bla...bla... yang efeknya akan menjadi jangka panjang. Sedangkan si sarjana anak orang kaya memberikan informasi yang membingungkan dan tidak jelas intinya tiada satupun yang memahami apa yang dia jelaskan. Namun dia kaya, artinya kata-katanya lebih penting bagi para penduduk desa (yang sedang berusaha menjilatnya).

Singkat cerita, kata-kata si anak kayalah yang diterima. Sehingga si pelajar yang merasa kecewa pergi ke kota untuk merantau dan mencari jalannya sendiri. Ide, ilmu serta kepintarannya tidak dibutuhkan didesanya, hanya karena dia miskin. Sekian tahun kemudian dia kembali. Kali ini dengan mobil mewah serta uang yang banyak didompetnya. Dia membuat bangunan megah untuk orang tuanya dan dia berdoa dikuil keluarga. Seketika kedatangannya membawa kehebohan sendiri dan banyak tetua yang mengundangnya untuk menghadiri pertemuan desa. Ternyata, kali ini masalahnya masih sama, yaitu paceklik yang melanda desanya dan beberapa desa tetangga. Si pelajar yang sudah menjadi kaya ini penasaran apakah memang benar hanya uang yang dilihat oleh para tetua dan masyarakat desanya, sehingga dia bersiasat dengan memberikan ide yang paling ngawur untuk mengatasi paceklik. Dan ternyata para tetua dan masyarakat desanya terdiam, saling toleh kemudian bertepuk tangan tanda setuju. Kembali mereka memilih idenya karena kali ini dia lebih kaya daripada si sarjana abal-abal yang tadinya anak orang terkaya didesa mereka.

So, apakah orang kaya boleh melakukan kesalahan? Bagaimana kalau orang baik yang melakukan kesalahan? Bagi saya pribadi salah itu salah. Siapapun yang melakukannya, kesalahan itu tetaplah menjadi sebuah kesalahan. Namun karena kita adalah manusia yang memiliki hati nurani, maka kesalahan itu dibedakan menjadi banyak tingkatan. Bukankah Tuhan juga membuat Neraka yang bertingkat untuk berbagai kesalahan yang diperbuat?

Sejak ribuan tahun yang lalu, yang dijadikan tiang pegangan adalah peraturan yang disepakati menurut adat, kultur budaya serta norma didalam masyarakat. Abad ke-17 sebelum Masehi, Raja Hammurabi yang merupakan Raja Babilonia yang ke-6 (atau ke-7) seingat saya, telah membuat prasasti peraturan yang menjadi hukum di kerajaannya. Dan sejak saat itu, tata aturanlah yang menjadi tongkat sebuah hukuman yang menjadi bagian dari penegakan aturan dilakukan. Seringkali kita yang merasa pernah berbuat "baik" berharap dimaklumi dalam kesalahan yang kita buat. Dan menjadi tersinggung bila kesalahan kita diangkat ke permukaan. Wajarkah demikian?

Sebaik-baiknya manusia pastilah pernah melakukan kesalahan. Dan bila kesalahan itu merugikam orang/pihak lain, maka kita harus mau menerima kritikan bahkan hukuman atas perilaku tersebut, walaupun demikian, seringkali orang baik dianggap khilaf dalam melakukan kesalahannya sehingga lebih dapat dimaklumi. Demikian dengan orang yang berduit, uang tidak menyelesaikan semua masalah, termasuk dalam berbuat kesalahan. Namun kadang uang membantu bila terjadi kerugian materi. Tetapi ini tetap tidak dapat dibenarkan bila hanya karena uang maka dimaklumi saja kesalahannya. Dan seringkali dalam sebuah perihal ganti rugi, kerugian diganti dengan materil dan moril yang diakibatkan oleh kerugian tersebut. Dan kerugian moril yang ditimbulkan bisa jadi tidak mampu dinilai dengan uang.

Kalau begitu saya memilih yang bagaimana? Saya memilih membenarkan orang yang benar. Dalam keseharian kita, seringkali kita bertemu dengan manusia lainnya. Dan bila kita diberikan tanggung jawab dalam suatu hal tertentu, khususnya sebagai pimpinan dari suatu hal, gesekan dan permasalahan pasti selalu terjadi. Orang yang baik adalah orang yang memberitahukan letak kesalahan orang lain dan memastikan bahwa orang tersebut paham dan tau cara yang benarnya bagaimana. Bila kita membiarkan/mendiamkannya, maka kita akan mempengaruhi keseluruhan organisasi yang sudah berusaha melakukan semua hal dengan benar. Orang baik dan orang yang berduit (menghasilkan duit) belum tentu selalu benar, kecuali mereka memang melakukan hal yang benar. Kebijakan kita mungkin tidak populis dan bisa jadi menimbulkan ketidakpuasan. Namun selama itu adalah kebenaran yang sudah dibuktikan sendiri, Tuhan akan menyertai kita mendapatkan kebaikan dalam menjalankan kebenaran.

Pintu maaf harus selalu dibuka oleh setiap manusia kepada siapapun. Karena semua manusia pasti masih bisa melakukan kesalahan. Namun ini bukan berarti bahwa setelah dimaafkan, posisi yang termaafkan akam tetap sama didalam hati dan pikiran kita. Apalagi bila hal ini menyangkut kerugian bagi pihak lain atau menyalahi aturan atau sesuatu yang bernilai fatal. Tidak ada satupun manusia yang kebal dari aturan, ini akan menjadi tidak adil bagi manusia lainnya. Sehingga si pemohon maaf harus menyadari pula konsekuensinya sebelum dia melakukan kesalahan. Karena kesalahan itu terjadi hanya karena dua hal, yang pertama adalah dia tidak tahu apa yang dilakukan dan yang kedua adalah salah dalam melakukannya. Bila kedua hal ini sudah dijelaskan dan masih melakukan kesalahan, maka itu berarti pihak yang melakukan kesalahan lalai dan menyepelekan hal tersebut.

Saya percaya semua manusia bisa melakukan semua hal, yang dipertanyakan adalah kemauannya. Kalau dia serius mau, maka kesalahan itu akan terjadi dalam angka yang minimal. Bukam berulang-ulang dan rutin terjadi. Semoga setiap manusia menyadari hakikat kehidupannya, bahwa mereka adalah bagian dari puzzle manusia lainnya. Dan bila mereka memutuskan untuk seenaknya, maka kerugian akan terjadi dipihak lainnya yang bisa jadi selain tidak diharapkan, juga bila kepekaannya kurang, maka tidak akan disadari olehnya.

Semua manusia bisa merasa benar, tapi tanyakan kepada diri masing-masing apakah sudah benar-benar "benar" apa yang kita lalukan? Ataukah hanya karena menuruti hal yang tidak sepantasnya diikuti. Semoga berkah berlimpah dalam setiap jalan yang kita lalui setiap harinya, semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Gorontalo, 16 Jan 2017
Irfan utamin

Kesalahan siapa yang seharusnya dimaklumi? Orang Kaya atau Orang Baik?

Sedari kecil saya diajari bahwa orang salah itu salah, dijelaskan dimana kesalahannya, dimaafkan, namun tetap harus menerima hukuman atas kesalahannya. Nenek saya ('Ma) dari garis mama adalah salah satu wanita yang paling tegas yang saya kenal. Dia tidak pernah membela yang salah, selalu ditegur bila melihat hal yang tidak beres, melihat konsekuensinya dan menghukum kami para cucunya bila melakukan kesalahan. (Ingat saya bahkan hewan peliharaan pun takut dan segan dengan beliau).

Nenek saya tidak pernah menghukum yang salah, kalau ada diantara kami yang mengganggu orang lain, pasti akan kena marah, kalau dua orang cucu berkelahi, dua-duanya dihukum karena yang memancing dan dipancing dua-duanya salah. Kalau ada cucu laki-laki yang memukul cucu perempuan, hukumannya lebih berat lagi :). Mendekati Imlek saya selalu ingat ketika hari pertama kita harus datang, mencium pipi kiri dan kanan serta dahinya 'ma. Terus dia akan mendoakan kami satu persatu sebelum memberikan angpao, walaupun ketika kecil, kami lebih suka angpao-nya daripada doa-nya. Hehehe :D

Nah, beberapa saat lalu saya tergelitik ketika mendengar sebuah kisah seorang pelajar miskin yang kembali untuk membangun desanya. Pelajar ini sangat pintar, dan dia kembali ke desanya dengan cita-cita yang mulia untuk membangun desanya. Diwaktu yang sama, seorang anak kaya juga selesai sekolahnya dan pulang ke desanya untuk mengambil alih usaha keluarganya (alih alih sebenarnya ingin berfoya-foya dengan kekayaan timbunan orang tuanya). Disaat yang sama, desa sedang paceklik. Mereka kekurangan air yang sayangnya sangat dibutuhkan untuk mengairi kebun dan sawah masyarakat desa. Dua orang sarjana ini diminta pendapatnya untuk menyelesaikan masalah. Sarjana pertama adalah si pelajar yang pintar namun miskin. Dia memaparkan untuk membangun saluran air dan bla...bla...bla... yang efeknya akan menjadi jangka panjang. Sedangkan si sarjana anak orang kaya memberikan informasi yang membingungkan dan tidak jelas intinya tiada satupun yang memahami apa yang dia jelaskan. Namun dia kaya, artinya kata-katanya lebih penting bagi para penduduk desa (yang sedang berusaha menjilatnya).

Singkat cerita, kata-kata si anak kayalah yang diterima. Sehingga si pelajar yang merasa kecewa pergi ke kota untuk merantau dan mencari jalannya sendiri. Ide, ilmu serta kepintarannya tidak dibutuhkan didesanya, hanya karena dia miskin. Sekian tahun kemudian dia kembali. Kali ini dengan mobil mewah serta uang yang banyak didompetnya. Dia membuat bangunan megah untuk orang tuanya dan dia berdoa dikuil keluarga. Seketika kedatangannya membawa kehebohan sendiri dan banyak tetua yang mengundangnya untuk menghadiri pertemuan desa. Ternyata, kali ini masalahnya masih sama, yaitu paceklik yang melanda desanya dan beberapa desa tetangga. Si pelajar yang sudah menjadi kaya ini penasaran apakah memang benar hanya uang yang dilihat oleh para tetua dan masyarakat desanya, sehingga dia bersiasat dengan memberikan ide yang paling ngawur untuk mengatasi paceklik. Dan ternyata para tetua dan masyarakat desanya terdiam, saling toleh kemudian bertepuk tangan tanda setuju. Kembali mereka memilih idenya karena kali ini dia lebih kaya daripada si sarjana abal-abal yang tadinya anak orang terkaya didesa mereka.

So, apakah orang kaya boleh melakukan kesalahan? Bagaimana kalau orang baik yang melakukan kesalahan? Bagi saya pribadi salah itu salah. Siapapun yang melakukannya, kesalahan itu tetaplah menjadi sebuah kesalahan. Namun karena kita adalah manusia yang memiliki hati nurani, maka kesalahan itu dibedakan menjadi banyak tingkatan. Bukankah Tuhan juga membuat Neraka yang bertingkat untuk berbagai kesalahan yang diperbuat?

Sejak ribuan tahun yang lalu, yang dijadikan tiang pegangan adalah peraturan yang disepakati menurut adat, kultur budaya serta norma didalam masyarakat. Abad ke-17 sebelum Masehi, Raja Hammurabi yang merupakan Raja Babilonia yang ke-6 (atau ke-7) seingat saya, telah membuat prasasti peraturan yang menjadi hukum di kerajaannya. Dan sejak saat itu, tata aturanlah yang menjadi tongkat sebuah hukuman yang menjadi bagian dari penegakan aturan dilakukan. Seringkali kita yang merasa pernah berbuat "baik" berharap dimaklumi dalam kesalahan yang kita buat. Dan menjadi tersinggung bila kesalahan kita diangkat ke permukaan. Wajarkah demikian?

Sebaik-baiknya manusia pastilah pernah melakukan kesalahan. Dan bila kesalahan itu merugikam orang/pihak lain, maka kita harus mau menerima kritikan bahkan hukuman atas perilaku tersebut, walaupun demikian, seringkali orang baik dianggap khilaf dalam melakukan kesalahannya sehingga lebih dapat dimaklumi. Demikian dengan orang yang berduit, uang tidak menyelesaikan semua masalah, termasuk dalam berbuat kesalahan. Namun kadang uang membantu bila terjadi kerugian materi. Tetapi ini tetap tidak dapat dibenarkan bila hanya karena uang maka dimaklumi saja kesalahannya. Dan seringkali dalam sebuah perihal ganti rugi, kerugian diganti dengan materil dan moril yang diakibatkan oleh kerugian tersebut. Dan kerugian moril yang ditimbulkan bisa jadi tidak mampu dinilai dengan uang.

Kalau begitu saya memilih yang bagaimana? Saya memilih membenarkan orang yang benar. Dalam keseharian kita, seringkali kita bertemu dengan manusia lainnya. Dan bila kita diberikan tanggung jawab dalam suatu hal tertentu, khususnya sebagai pimpinan dari suatu hal, gesekan dan permasalahan pasti selalu terjadi. Orang yang baik adalah orang yang memberitahukan letak kesalahan orang lain dan memastikan bahwa orang tersebut paham dan tau cara yang benarnya bagaimana. Bila kita membiarkan/mendiamkannya, maka kita akan mempengaruhi keseluruhan organisasi yang sudah berusaha melakukan semua hal dengan benar. Orang baik dan orang yang berduit (menghasilkan duit) belum tentu selalu benar, kecuali mereka memang melakukan hal yang benar. Kebijakan kita mungkin tidak populis dan bisa jadi menimbulkan ketidakpuasan. Namun selama itu adalah kebenaran yang sudah dibuktikan sendiri, Tuhan akan menyertai kita mendapatkan kebaikan dalam menjalankan kebenaran.

Pintu maaf harus selalu dibuka oleh setiap manusia kepada siapapun. Karena semua manusia pasti masih bisa melakukan kesalahan. Namun ini bukan berarti bahwa setelah dimaafkan, posisi yang termaafkan akam tetap sama didalam hati dan pikiran kita. Apalagi bila hal ini menyangkut kerugian bagi pihak lain atau menyalahi aturan atau sesuatu yang bernilai fatal. Tidak ada satupun manusia yang kebal dari aturan, ini akan menjadi tidak adil bagi manusia lainnya. Sehingga si pemohon maaf harus menyadari pula konsekuensinya sebelum dia melakukan kesalahan. Karena kesalahan itu terjadi hanya karena dua hal, yang pertama adalah dia tidak tahu apa yang dilakukan dan yang kedua adalah salah dalam melakukannya. Bila kedua hal ini sudah dijelaskan dan masih melakukan kesalahan, maka itu berarti pihak yang melakukan kesalahan lalai dan menyepelekan hal tersebut.

Saya percaya semua manusia bisa melakukan semua hal, yang dipertanyakan adalah kemauannya. Kalau dia serius mau, maka kesalahan itu akan terjadi dalam angka yang minimal. Bukam berulang-ulang dan rutin terjadi. Semoga setiap manusia menyadari hakikat kehidupannya, bahwa mereka adalah bagian dari puzzle manusia lainnya. Dan bila mereka memutuskan untuk seenaknya, maka kerugian akan terjadi dipihak lainnya yang bisa jadi selain tidak diharapkan, juga bila kepekaannya kurang, maka tidak akan disadari olehnya.

Semua manusia bisa merasa benar, tapi tanyakan kepada diri masing-masing apakah sudah benar-benar "benar" apa yang kita lalukan? Ataukah hanya karena menuruti hal yang tidak sepantasnya diikuti. Semoga berkah berlimpah dalam setiap jalan yang kita lalui setiap harinya, semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Gorontalo, 16 Jan 2017
Irfan utamin

Senin, 09 Januari 2017

God Will Always Found You!!!

Yess, i believe that! God Always Find You, He has GPS on every man/women even when GPS didn't be found yet....

Ada kalanya dalam kehidupan kita, kita merasa sendiri dan hopeless (tidak punya harapan). Perasaan itu akan pergi dan datang sesuka hatinya (kayak niru lagu ya....) bahkan disaat kita sedang dalam sebuah keramaian. Bila kita tidak dalam kondisi mentally drop, paling kita akan cepat-cepat memupus bayangan tersebut and keep go on with our life. Tapi ada juga disaat dimana kita tiba-tiba membayangkan seseorang yang sudah tidak bersama kita lagi, sedang dalam kondisi yang misserable karena patah hati atau karena sedang dalam kesusahan, malah kita tambah terpuruk kebawah.

Manusia kebanyakan akan berdoa, meminta pertolongan dan bantuan bahkan seringkali menjanjikan sesuatu, bila berhasil. Istilahnya nyoba-nyoba nyogok nih, seakan-akan Tuhan mempan disogok (dan kadang ketika impian tersebut dipenuhi, mikirnya beneran nih Tuhan makan sogokan. Jadinya terus-terusan melakukan hal yang sama). Tetapi ada manusia yang bener-bener lupa untuk berdoa karena sangkin lamanya dia nggak pernah melakukannya sama sekali. Dan ada perasaan takut apakah bila dia berdoa, doanya tidak diterima karena Tuhan sudah lupa dengan dia, atau kuatir bila Tuhan tidak mencintai dia seperti yang dia butuhkan, atau dia bahkan tidak kenal siapa itu Tuhan.

Bagi saya, pertolongan Tuhan itu bener-bener nyata. Siapalah saya ini yang mengais kehidupan dan seringkali jauh dari ajaran-Nya bisa memiliki kehidupan yang penuh dengan berkat hari ini. Tuhan selalu menyediakan udara segar untuk dihirup, menyediakan air segar untuk diminum, siang dan malam untuk bekerja dan istirahat, orang tua yang terbaik yang bisa diberikan kepada saya untuk membimbing saya menjadi saya yang saat ini, rumah untuk ditempati, tubuh yang utuh untuk menopang saya secara keseluruhan, otak yang bekerja dengan baik, semua indra yang berfungsi, tanah untuk dijalani, langit untuk dinikmati :)

Tuhan selalu buka jalan dan membantu dalam setiap langkah berat yang saya lalui. Dan bila hari ini belum sesuai dengan apa yang saya harapkan, bukan berarti Tuhan lupa dengan saya. Tapi Tuhan sedang menunggu saat yang tepat untuk saya bermekar. Spring always come after a Winter, even a very hard winter will always followed by a very nice Spring. Just believe that because God never forget every man/women that He created. He has a very professional GPS to track us down. And when the time come, He give everything that He can give to us.

Saya ingat sebuah materi tentang "Seberapa Pantas" dimana Seorang bayi tidak akan diberikan tanggung jawab seorang kanak-kanak. Seorang kanak-kanak tidak mungkin diberikan tanggung jawab seorang remaja, dan seorang remaja tidak akan diberikan tanggung jawab seorang dewasa. Tagline sebuah iklan rokok berkata "Tua itu pasti, Dewasa adalah pilihan" kira-kira begitulah gambarannya. Tuhan kiatir tanggung jawab besar yang kita pikul akan melukai orang-orang disekeliling kita, dan yang terparah melukai diri kita sendiri. Seringkali saat kita berdoa dan terselip pertanyaan "mengapa", mungkin disaat itulah kita harus sadar bahwa Tuhan tidak bisa menjawab kita karena "layer" dan batasan yang kita buat dengan Tuhan terlalu jauh. Kita yang menjauhinya, dan kita yang melakukan kesalahan, tapi Tuhan tidak menghukum kita ketika bahkan kita terang-terangan menyalahkan-Nya.

Kita yang menghukum diri kita sendiri. Tuhan TIDAK BUTUH DIPUJI ATAUPUN DIPUJA, tetapi Tuhan tidak melarang bila kita ingin melakukannya. Penguasa alam semesta, langit, bumi dan laut serta semua kekayaannya tidak akan jatuh hanya karena tidak dipuja bahkan kehilangan seseorang yang pernah diciptakan-Nya. Tetapi ibarat orang tua, Tuhan selalu ingin tahu bagaimana kabar kita hari ini. Walaupun Tuhan mampu melihat, maha tahu dan maha luar biasa, tetapi kita yang mengendalikan diri kita. Sudahkan kita berterima kasih dengan apa yang dilimpahkan kepada kita? Sudahkah kita berbagi dengan sedikit orang-orang yang Tuhan titipkan untuk kita "lihat" disekeliling kita? Ataukah mata dan hati kita tertutup untuk memikirkan diri sendiri?

Hari ini sudah 9 hari lewat sejak tahun 2017 dimulai. Bagaimanakah kita menjalani 9 hari ini? Sudahkah kita membuat hal-hal yang baik untuk sekeliling kita dan bukan hanya terpaku pada diri kita sendiri? Semoga tahun 2017 ini menjadi luar biasa penuh dengan limpahan berkah bagi kita semua yang terus berusaha. Semoga sukses selalu dan mencapai titik tertinggi dalam kehidupan kita :)

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta,
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia :)

Gorontalo, 9 Januari 2017
Irfan Utamin